ALHAMDULILLAH [LAGI] KIAI SUFI / TASAWUF [NU] BERTAUBAT; MENGIKUTI JALAN SALAF, MENINGGALKAN SYIRIK DAN BID’AH
Beliau adalah Kiai Syamsuddin rahimahullah, pimpinan sebuah Pondok Pesantren NU di Salopa Tasikmalaya dan sekaligus anggota Syuriah NU Kecamatan Salopa Tasikmalaya. Alhamdulillah dengan hidayah-Nya beliau telah meninggalkan ajaran-ajaran SYIRIK dan BID’AH kepada TAUHID dan SUNNAH. Bagaimana ceritanya?
Berawal dari kepergian anaknya ke Arab Saudi untuk menjadi TKI sambil menuntut ilmu di Masjidil Haram Makkah. Dari situlah sang anak mengenal ajaran Islam yang sebenarnya dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang hakiki dari para ulama Salafi. Sang anak sangat menginginkan agar bapaknya juga mendapatkan hidayah, sehingga dari Makkah beliau mengirim kitab-kitab Ahlus Sunnah wal Jama’ah kepada bapaknya di Tasik. Kitab-kitab yang dikirim diantaranya karya-karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syarah Al-Bukhari, Syarah Muslim rahimahumullah dan lain-lain.
Alhamdulillah, setelah menelaah satu demi satu kitab-kitab tersebut Kiai Syamsuddin rahimahullah menemukan kebenaran, yaitu ajaran yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman generasi Salaf. Kiai Syamsuddin rahimahullah juga tidak tinggal diam setelah mengetahui ajaran yang benar, beliau segera membacakan kitab-kitab tersebut kepada para murid dan masyarakat sekitar. Walaupun mendapat penentangan dari sebagian orang namun alhamdulillah banyak santri dan masyarakat yang mengikuti dakwah beliau rahimahullah.
Kini beliau rahimahullah telah meninggal dunia, kepemimpinan Pondok Pesantrennya dilanjutkan oleh anaknya. Dalam kesempatan kajian bulanan pada hari Kamis kemarin, salah seorang Ustadz dari Ma’had An-Nur Al-Atsari mendapat kesempatan untuk ikut mengisi bersama Pak Kiai. Dan dalam kesempatan tersebut Pak Kiai mengajarkan kitab MADARIJUS SALIKIN karya Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, dan menjelaskan makna SYAHADAT MUHAMMAD RASULULLAH dari kitab TSALATSATUL USHUL karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dari HAPALAN beliau:
ومعنى شهادة أن محمدا رسول الله طاعته فيما أمر وتصديقه فيما أخبر واجتناب ما عنه نهى وزجر وأن لا يعبد الله إلا بما شرع
“Dan makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mentaati perintah beliau, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan beliau peringatkan darinya, dan tidak boleh beribadah kepada Allah ta’ala kecuali dengan petunjuk beliau.”
Bagian akhir, “Dan tidak boleh beribadah kepada Allah ta’ala kecuali dengan petunjuk beliau (Nabi shallallahu’alaihi wa sallam)” adalah perkara yang paling sulit bagi orang-orang Sufi / Tarekat / Tasawuf / NU. Sebab mereka berpendapat bolehnya berbuat BID’AH dalam agama dengan SYARAT: Bid’ah tersebut dalam PANDANGAN mereka adalah BID’AH HASANAH (kebaikan).
Sehingga tidak berlaku bagi mereka sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “SEMUA BID’AH ITU SESAT.” Maka ketika kesesatan telah dianggap sebagai kebaikan sulit sekali mereka bertaubat dan meninggalkan bid’ah tersebut. Akan tetapi dengan HIDAYAH Allah jalla wa ‘ala hal itu mudah bagi Pak Kiai Syamsuddin rahimahullah. Dan hal itu beliau dapatkan setelah berusaha menelaah satu demi satu kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dipenuhi dengan argumentasi ilmiah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Salaf.
Demikianlah, berdakwah melalui sebuah buku, dengan menghadiahkan buku tersebut kepada orang-orang yang kita cintai, bisa jadi termasuk sebab mereka mendapatkan hidayah. Terlebih lagi jika didukung dengan akhlak yang baik maka insya Allah semakin mudah mereka menerima kebenaran.
Semoga dapat menjadi pelajaran. Baarokallahu fiykum.
Oleh: Ustadz Sofyan Chalid Ruray
8 komentar:
kalau semua bid ah itu sesat, lalu membahasa buku-buku hadits itu apa bukab bid ah. tidak ada perintah nabi membukukan hadits. sungguh pemahaman yang menampar wajah sendiri.
mengatakan semua bid ah itu sesat sama saja menganggap menganggap sesat sayyidina Abu Bakar, Umar dan Usman, Ali bin Abi Tholib rodhiallahuanhum karena mereka berbuat bid'ah dengan membukukan alqur'an padahal itu mustahil. dan orang yg mengatakan semua bid ah sesat juga memakai alqur'an yg notabenenya produk bid'ah dari kacamata mereka. itu sama saja mengutuki diri sendiri sesat.
tapi terserah saja lah kta berjalan sendiri-sendiri aja jangan memaksakan paham kepada orang lain yg ujung-ujungnya bentrok. jg terlalu mudah menyalahkan orang lain
Anonim silahkan baca diartikel berikut
Mengenal Bid'ah
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/mengenal-bidah_25.html
saya kok kesal ada pk ustaz dengan bangganya menyatakan amalan ulama NU syirik dan bid'ah, padahal yang mereka sebutkan itu ulama yang lahir setelah 6 abad wafatnya rasulullah saw. padahal bid'ah hasanah itu selalu ditunjukkan oleh khulafaurrasyidin, seperti larangan membukukan hadis, karena nabi mengingatkan dalam hadisnya jangan tulis dariku kecuali quran. subhanallah cetek betulah ilmu nya kalaupun mencintai cara penafsiran yang dilakukan oleh wahabi jangan lantas mensyirikkan yang lain. bukankah zikir sir itu nabi ajarkan kepada abu bakar dan zikir jahar itu kepada ali bin abi tholib, dan akan datang dari nejed itu fitnah. wallahu a'lam
Nabi Muhammad saw, para sahabat dan pengikutnya adalah hamba Allah yang santun dalam berdakwah. Mereka tidak pernah memberikan contoh propaganda seperti pk ustaz. mudah2an orang yang bangga dengan pemikiran yang jelas bid'ahnya itu (MADARIJUS SALIKIN karya Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, dan Ahmad bin Abdul Wahhab rahimahullah - yang mengkafirkan ulama 600 tahun yang lalu) Allah beri petunjuk dan hidayah sehingga menjadi ustaz santun yang tak arogan seprti pk ustaz sofyan chalid ruray. semoga amiin
rupanya faham wahabi sudah menjadi kebanggaan sofyan chalid ruray. kalau berguru jangan cuma satu, kalau beli buku jangan yang gratisan melulu dunia tak selabar daun kelor pk ruray. berarti sudah muncul snouk hogronye baru yang cukup belajar dari kitab bid'ah karya Ibnul Qoyyim rahimahullah, dan Ahmad bin Abdul Wahhab. subhanallah tak perlu belajar nahwu shorof tak susah mendalami ushul fiqih, dll. cukup membaca riwayat ibnu muljam, musailamah al kazab. pasti caspleng ana khiron minhu.....
Menjatuhkan vonis kafir atau sesat atau ahli bid`ah kepada seseorang berarti melecehkan hal keberagamaan yang bersangkutan.
Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—berkata,
إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا الاِسْتِطَالَةُ فِي عِرْضِ الْمُسْلِمِ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling riba adalah mengulurkan lisan terhadap kehormatan seorang Muslim tanpa hak (alasan yang dibenarkan).” [Riwayat Abū Dāwūd II/685/4876 dan dinilai valid oleh al-Albāni.]
Dari Abū Hurairah, Nabi—shalla’Llāhu `alaihi wa sallam—bersabda,
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir,’ maka sesungguhnya hal itu kembali kepada salah satu dari keduanya.” [Riwayat al-Bukhāri V/2263/5752.]
Dari riwayat-riwayat dan penjelasan di atas dapat ditarik suatu prinsip umum bahwa apabila seorang Muslim menuduh saudaranya dengan suatu tuduhan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya maka tuduhan tersebut akan kembali mengenai si pengucapnya. Termasuk juga dalam hal menuduh orang lain sebagai ahli bid`ah.
Ibn Taimiyyah berkata,
وليس لأحد ان يكفر أحدا من المسلمون وان أخطأ وغلط حتى تقام عليه الحجة وتبين له المحجة ومن ثبت إسلامه بيقين لم يزل ذلك عنه بالشك بل لا يزول الا بعد إقامة الحجة وازالة الشبهة
“Dan tidak seorang pun memiliki hak untuk mengafirkan orang lain dari kaum Muslim, meskipun ia melakukan salah dan galat, sampai ditegakkan atasnya hujjah dan menjadi jelas baginya kebenaran. Dan barangsiapa yang telah tetap keislamannya dengan keyakinan maka tidak dapat dihapuskan darinya keislaman tersebut dengan keraguan. Bahkan keislaman tersebut tidak hilang kecuali setelah ditegakkan hujjah dan dihilangkan syubhat.” [Majmū` al-Fatāwā, vol. XII, hlm. 466.]
Imam al-Ghazāli berkata,
والذي ينبغي أن يميل المحصِّل إليه الاحتراز من التكفير ما وجد إليه سبيلاً…. والخطأ في ترك ألف كافر في الحياة أهون من الخطأ في سفك مَحْجَمة من دم مسلم
“Hal yang seharusnya dijadikan kecenderungan oleh pembelajar adalah menghindari pengafiran (orang lain yang menyatakan dirinya sebagai Muslim) selama ia mendapatkan jalan untuk itu…. Dan kesalahan dalam membiarkan seribu orang (yang ternyata) kafir dalam kehidupan lebih ringan dibandingkan kesalahan dalam menumpahkan darah seorang Muslim.” [Al-Iqtishād fī aI-I`tiqād, hlm. 250-251, terbitan Universitas Ankara, Turki, tahun 1962 M. Lihat pula kitab yang sama dengan tahqīq Dr. Inshāf Ramadhān, Dār Qutaibah, Beirut, cet. pertama, 1423 H/2003 M, hlm. 176.]
Demikianlah, ketika seorang memvonis saudaranya sesama muslim dengan penyimpangan dalam hal agama, terlebih lagi dengan kekufuran, maka ia telah melakukan suatu pelecehan terberat, di mana jika vonis tersebut tidak benar maka akan kembali yang pengucapnya.
Kalaupun hendak memvonis orang lain sebagai ahli bid`ah, misalnya, maka hendaklah yang bersangkutan benar-benar mengetahui syarat dan batasan bid`ah serta ahli bid`ah (istīfā’ asy-syurūth wa intifā’ al-mawāni`), juga pertimbangan eksternal lainnya, semisal pertimbangan maslahat dan mudharat dalam pengambilan sikap kepada ahli bid`ah, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan kelompok atau ustadz semata. Sebab segala pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggungjawaban, terlebih lagi menyangkut hak dan kehormatan orang lain. Allāh `Azza wa Jalla berfirman,
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” [QS. Al-Isrā' (17): 36]
Semoga ada manfaatnya.
Allah mencintai almarhum Syamsudin supaya kesesatannya tidak berkepanjangan maka Allah menjemputnya.
Posting Komentar