Test Footer 2

Main Menu (Do Not Edit Here!)

Minggu, 29 Juli 2012

Diantara Nasehat Imam Ibnul Jauzy rahimahullah

Saat-Saat Kematian Datang..

Ibnul Jauzy berkata;

“Satu hal yang paling menarik dan menakjubkan adalah tatkala seseorang yang mati sadar di dalam kuburnya. Ia sangat terkejut dengan kondisi yang tidak bisa dilukiskan dan merasa sedih dengan kesedihan yang sangat sulit dibayangkan. Ia membayangkan masa-masanya yang telah lewat. Ia ingin agar bisa melakukan sesuatu yang belum sempat dikerjakannya dan benar-benar bertaubat. Ia hampir saja bunuh diri tatkala menjelang kematiannya. Andaikata ia mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga dari semua itu saat masih sehat, pasti ia akan melakukan amal-amalnya dengan penuh ketaqwaan.

Sesungguhnya orang yang cerdas akan selalu membayangkan saat-saat kematian tiba dan bekerja dengan tujuan-tujuan yang harus dicapainya. Andaikata ia tidak sanggup membayangkan dalam benaknya keadaan yang demikian, maka ia wajib mengekang hawa nafsunya dan berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan hidupnya.

Akan tetapi, jika kesadaran itu baru datang manakala ia sudah berada di gerbang maut, saat itu pintu kesempatan telah tertutup. Diriwayatkan dari Habib Al-Ajami, jika dia bangun pagi maka dia pasti mengatakan pada isterinya, “Jika aku mati hari ini, maka fulanlah yang harus memandikanku dan fulanlah yang harus memikul keranda mayatku.”

Ma’ruf Al-Karkhi, seorang wali terbesar, berkata kepada seorang laki-laki, “Sholat zhuhurlah bersama kami.” Orang itu berkata, “Jika sholat bersamamu saat ini, maka aku tak akan sholat asr bersamamu.” Al-Karkhi menjawab, “Kamu berangan-angan bisa hidup sampai waktu asar nanti? Berlindunglah kepada Alloh dari panjangnya angan-angan.”

Suatu saat ada laki-laki yang membicarakan orang lain dalam ghibahnya. Berkata Ma’ruf kepadanya, “Ingatlah tatkala kapas telah diletakkan di atas kedua matamu sebelum engkau dikubur nanti.”

[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook  Pustaka Ukhuwah Malang ]

Ayo Berlomba Kawan….!


Al-Imam Ibnul Jauzy berkata,

“Setiap manusia tidak boleh meninggalkan suatu keutamaan yang mungkin bisa dicapai, bahkan ia harus berusaha untuk mencapainya dengan sekuat tenaga, sebagaimana ungkapan seorang penyair.

“Jadilah lelaki dengan kaki berpijak di bumi…
Namun cita-cita tergantung di langit nan tinggi…”

Jika anda memiliki kesempatan untuk melebihi para ulama dan ahli zuhud dalam hal amal, ilmu dan pandangan, lakukanlah. Toh mereka juga adalah manusia dan anda pun manusia. Tak ada orang yang duduk-duduk saja kecuali ia adalah orang yang sangat lemah kemauannya dan rendah jiwanya.

Ketahuilah bahwa anda saat ini berada dalam medan perlombaan yang harus dimenangkan. Anda harus berjuang keras karena waktu-waktu demikian kencang berjalan. Janganlah menjadi pemalas abadi, sebab lewatnya kesempatan semuanya berasal dari sikap malas. Tak seorang pun yang sukses kecuali yang memiliki keinginan yang sangat kuat dan sungguh-sungguh.

Semangat tinggi akan menggelora dan membakar dada laksana mendidihnya air di dalam bejana, sebagaimana ungkapan seorang penyair,

“Memang aku tak punya harta kecuali gubukku..
Dari ketiadaan aku bangun hidupku…
Aku puas dengan apa yang Alloh beri…
Namun cita-citaku melangit dan terus meninggi…””

[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang]

Pengalaman Hidup Ibnul Jauzi Rahimahullah

Syaikh Ibnul Jauzi rahimahullah.

”Aku pernah merasa tertekan dengan masalah yang telah menjadikanku selalu dalam kegelisahan. Aku berusaha sekuat tenaga agar terlepas dari jeratan kegelisahan itu. Tapi usaha yang kulakukan itu sia-sia. Lalu aku membaca firman Allah ini : ”Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka ia akan diberikan jalan keluar dan diberi rizki dari arah yang tidak diduga-duga.” (Ath Thalaq)

”Aku mengerti bahwa ketaqwaan merupakan jalan keluar dari seluruh kegelisahan. Maka selama aku ada di jalan menuju taqwa, pasti kudapati jalan keluar dalam menghadap masalah apapun. Seorang makhluk tidak boleh menyandarkan diri kecuali pada Allah. Allah lah yang akan mencukupinya. Seseorang bisa melakukan usaha apapun, akan tetapi hatinya tidak boleh bergantung pada usaha itu. Hati-hatilah melanggar batasan Allah sehingga engkau menjadi hina dihadapan Allah dan kecil dihadapan makhlukNya”

Aku menemukan orang yang usianya disumbangkan untuk ilmu hingga ia tua. Tapi ia melanggar larangan Allah, maka jadilah ia dihinakan oleh Allah dan dikecilkan oleh makhluk Allah. Mereka tidak menoleh padanya meskipun ia orang yang luas ilmunya, kuat argumentasi dalam berdebat. Aku juga melihat ada orang yang berhati-hati dan merasa diawasi oleh Allah dalam hidupnya. Ia juga mengutamakan tuntunan Allah meski ia tdak sebanding ilmunya dengan orang alim tadi. Tapi Allah meninggikan kehormatannya dalam hati makhluk-Nya sehingga ia dicintai banyak orang yang karena kebaikannya.

”Aku pernah mengalami kesulitan dan kepayahan. Kemudian aku perbanyak do’a untuk memohon keselamatan dan ketenangan, tapi tampaknya do’aku tak kunjung dikabulkan sebagaimana harapanku. Jiwaku gelisah, lalu kukatakan padaNya dengan keras : ”Celakalah engkau, periksalah keadaanmu. Apakah engkau ini budak atau raja ? Tidakkah engkau tahu bahwa dunia adalah tempat ujian ? Jika engkau ingin mendapat apa yang kau inginkan kemudian tidak bersabar tatkala engkau belum mencapainya, dimanakah ujian hidup itu jadinya ? Engkau telah menginginkan sesuatu yang engkau tidak tahu akibatnya. Padahal bisa saja sesuatu itu justru membahayakanmu. Allah berfirman : ”Bisa saja engkau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu dan bisa saja engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Dan Allah yang Maha Mengetahui sedangkan engkau tidak mengetahui.” (Al Baqarah : 216)

”Aku mengambil manfaat dari pengalaman hidup, bahwa seseorang hendaknya tidak menampakkan permusuhan pada orang lain, sebisa mungkin. Karena seseorang mungkin tidak menyangka bila ia memerlukan orang itu untuk memberi manfaat bagi kita, setidaknya ia bisa menghindarkan bahaya.”

Saudaraku, demikianlah petikan pengalaman hidup seorang yang shalih. Betapa banyak dan dalam makna yang diungkapkan dalam perkataan Imam Ibnul Jauzi rahimahullah. Sungguh inilah wasita dan peninggalan yang tak ternilai. Inilah sebagian cahaya yang seharusnya kita pegang dalam meniti hidup.

Al Imam Ibnul Jauzi Abu Al Faraj, yang nasabnya terhubung dengan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yakni Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu, wafat pada malam Jum’at tanggal 12 Ramadhan 597 H / 1201 M pada usianya hampir mencapai 90 tahun. Ia dimakamkan di Babul Harb dekat dengan makam Imam Besar Ahmad bin Hanbal.

Semoga Allah memberikan balasan padanya karena berbagai ilmu yang ia tinggalkan. Semoga kita diberi kekuatan tekad dan mampu mengikuti jejak para salafussholeh. [Shaidul Khatir]

Jangan Kabarkan Kepada Mereka..

Untaian perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah yang menggetarkan hati para dai, beliau berkata :
((Sungguh suatu hari aku di majelisku maka aku melihat di sekitarku lebih dari 10 ribu hadirin, tidak seorangpun dari mereka kecuali trenyuh/luluh hatinya atau meneteskan air mata (karena nasehat dan ceramahku).

Akupun berkata pada jiwaku : Bagaimana nasibmu jika mereka seluruhnya selamat (di akhirat) sedangkan engku celaka??.

Maka akupun berucap dengan lisan perasaanku : Wahai Tuhanku…, wahai Tuhanku… jika kelak Engkau menetapkan untuk mengadzabku maka janganlah Engkau mengabarkan kepada mereka tentang tersiksanya aku… demi untuk menjaga kemuliaanMu bukan demi aku, agar mereka tidak berkata : Allah yang telah ditunjukan/diserukan oleh Ibnul Jauzi telah mengadzab Ibnul Jauzi))

[Shoidul Khootir hal 78]

Sumber: http://alqiyamah.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar